Kamis, 16 Juni 2016

KISAH ANAK PERBATASAN #2 (Syamsiar)

Doc. Pribadi: Perjalanan anak STB ketika pulang dari sekolah
Indonesia telah mewajibkan rakyatnya untuk menempuh bangku pendidikan. Itu artinya setiap anak harus bersekolah. Tidak terkecuali. Terlepas dari permasalahan carut marut permasalahan anak-anak di Indonesia yang putus atau tak dapat bersekolah. Terus bagaimana dengan anak Indonesia yang tinggal di luar negeri dan setiap hari pulang-pergi bersekolah di Indonesia? Jangan bayangkan mereka adalah anak orang kaya karena mereka hanyalah anak buruh sawit. Bagaimana kisah perjalanan mereka ke sekolah? Ini adalah tulisan dari siswa yang baru naik kelas 3 Madrasah Diniyah Darul Furqan Sekolah Tapal Batas. Cerita lucu yang bisa membuat kita bersedih jika kita berpikir.

PERJALANAN KE SEKOLAH YANG TAK  KENAL HUJAN ATAU PANAS


Saya Syamsiar. Saya adalah murid SMPN 1 Sebatik Tengah. Sekolah saya itu jauh sekali dari tempat tinggal saya. Kurang lebih 4 km jika berjalan kaki.

Setiap harii saya harus bangun pagi-pagi sekali. Yaitu jam 4 subuh saya sudah bangun. Saya selalu tidak bisa bangun sendiri. Saya selalu dibangunkan oleh ayah dan ibu yang sudah bangun duluan untuk menyiapkan sarapan untuk kami. Saya mempunyai 2 saudara perempuan dan 2 saudara laki-laki. 2 saudara perempuan sayasekolah di SDN 005 Sebatik Tengah, satu yang laki-laki sudah bekerja dan yang satu lagi masih kecil. Setiap pagi kami bertiga bangun pagi-pagi untuk pergi ke sekolah.

“Siar... bangun! Siar... bangun!”. Ayah saya membengunkan saya namun saya belum juga bangun.

“Siar... bangun! Siar... bangun!”. Ayah membangunkan saya lagi. Dan kali itupun ku ternagun dari tidurku yang sangat lelap.

Saya bangun pagi, mandi, sesudah mandi saya berpakaian lalu berwudhu untuk shalat subuh. Setelah shalat subuh saya lalu pergi makan. Sesudah makan, saya bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.

“Mak... Pak... saya pergi sekolah dulu”. Saya berpamitan kepada orang tua.
Kebetulan pagi itu cuaca kurang baik.

“Sepertinya mau hujan”. Ujarku dalam hati. Aku lalu masuk lagi ke rumah mengambil payung untuk berjaga-jaga jangan sampai hujan saat di perjalanan. Kini saya hanya pergi ke sekolah hanya memakai sandal supaya sepatu saya tidak kotor terkena cipratan hujan. Lalu saya berpamitan lagi ke orang tua.

Saya berjalan dengan tiga orang laki-laki yang hampir seusiaku. Tiba-tiba saja dipertengahan jalan hujan turun dengan derasnya membasahi kami berempat. Saya mengeluarkan payung. Sementara tiga teman saya sibuk untuk mencari tempat berteduh. Saya hanya bisa menolong mereka dengan membawakan buku-buku mereka yang banyak sekali. Yang beratnya sampai membuat badan saya sakit.

Lalu teman saya yang bernama Dimas meminta benda-benda yang tajam guna untuk memotong daun pisang agar dapat memayungi badan mereka yang hampir basah semuanya. Tapi saya tak punya benda tajam untuk memotong daun pisang. Merekapun mencari batu tajam yang bisa memotong daun pisang.

Perjalanan kaki itu begitu melelahkan saya yang harus membawa buku-buku yang sangat berat. Di tambah lagi sepatu dan payung yang saya pegang.

Setibanya di tempat kendaraan yang selalu saya naiki, hujan sudah mulai redah. Saya basah sebagian badan sementara tiga teman saya basah kuyup karena tidak ada tempat untuk berteduh. Kami mencuci kaki lalu memakai sepatu dan pakaian yang kami lepas. Sesudah itu barulah kami naik ke kendaraan yang sdh menunggu kami.


Begitulah kisah perjalanan kami untuk pergi ke sekolah. Tak kenal hujan ataupun panas. 

Selasa, 14 Juni 2016

KISAH ANAK PERBATASAN (Nur Fitriani)

Nur Fitriani
KISAH ANAK PERBATASAN

Assalamu alaikum wr. wb.

Hallo teman-teman, saya Nur Fitriani. Kalian bisa panggil saya Fitriani. Saya duduk di kelas 3 Madrasah Diniyah. Lewat tulisan ini saya ingin menceritakan kisah hidup di perbatasan. Kalau mau tau teman-teman, hidup di perbatasan ini ngak sama dengan hidup di perkotaan yang serba kecukupan. Perbedaannya bukan itu saja namun banyak lagi. Salah satunya adalah gaya bahasanya. Kami, anak-anak di perbatasan ini hidupnya dengan dua gaya bahasa yaitu Indonesia dan Malaysia. Tapi kebanyakan selalu menggunakan bahasa Malaysia. Mungkin karena kami tinggalnya di Malaysia dan sekolahnya di Indonesia. Tapi anak-anak di perbatasan itu lebih banyak yang cinta Indonesia dibanding Malaysia. Guru kami mengajarkan bahwa bahasa Indonesia itu perlu diketahui oleh anak-anak Indonesia. Apa gunanya kalau anak Indonesia ngak tahu bahasa Indonesia.

Ada pepatah yang mengatakan DARIPADA HUJAN EMAS DI NEGERI ORANG, LEBIH BAIK HUJAN BATU DI NEGERI SENDIRI. Itu memang benarkan teman-teman? Teman-teman, kalau mau tahu juga tempat tinggal kami dari persekolahan itu jaraknya sangaaaaaat jauh. Kita menempuhnya selama satu setengah jam. Lumayan jauh kan? Dan kami kesekolah itu bukan naik sepeda motor tapi kami berjalan kaki karena kurangnya transportasi. Walaupun demikian kami tak peduli yang penting tujuan, dan rasa cinta kami tetap untuk Indonesia. Kami akan membuktikan bahwa kami adalah generasi penerus bangsa yang akan datang untuk Indonesia.

Mungkin itu saja yang dapat saya sampaikan wabillahi taufik walhidayat
Wasalamu alaikum wr. wb.

Senin, 13 Juni 2016

CERITA ANAK TAPAL BATAS (ASRINA)

Asrina
Setiap anak pasti sangat senang bila akhir pekan tiba. Dan setiap anak pastinya punya aktivitas tersendiri ketika liburan. Selalunya ada hal-hal yang selalunya menarik untuk didengarkan tentang pengalaman mereka. Apa yang biasa dilakukan anak-anak Sekolah Tapal Batas ketika akhir pekan tiba? berikut cerita yang di tuliskan adik kita Asrina murid Madrasah Diniyah yang baru naik kelas 3 MD Darul Furqan STB.

Pengalamanku

Senangnya, minggu pagi ini aku awali dengan senyum gembira, aku langsung pergi ke kamar mandi, cuci muka dan berus (menyikat) gigi. Setelah mandi aku langsung pergi pakai baju, dan mengemas di kamar dan di ruang dapur, dan cuci piring.

Aku langsung pergi ke rumah ke rumah tetangga, makan mangga, makan kelapa campur susu. Sudah makan buah-buahan, aku nonton televisi dan berehat-rehat. Sore harinya, aku naik rumah untuk belajar. Setelah belajar aku turun tangga dan duduk di bawah kolong rumah.

Aku bermain-main dengan kucingku tapi kucingnya nakal sekali. Kadang-kadang aku pukul dia dan dia pun lari. Aku main hape, telpon sembarangan orang, dan tidak terasa aku jatuh dari tempat duduk, aku pun menangis. Tetapi tertawa juga.

Tak terasa maghrib telah tiba. Aku pun naik dan tutup jendela. Aku turun lagi dan pergi ke rumah tetangga untuk nonton. Sesudah nonton saya belajar lagi, setelah itu akupun tidur. Zzz...

Karya: Asrina

Kamis, 26 Mei 2016

TRAINING PARENTING BAGI PARA ORANG TUA DI BERANDA NEGERI

TRAINING PARENTING BAGI PARA ORANG TUA DI BERANDA NEGERI
Gambar di ambil dari http://rumahceritaanak.com/

Training parenting tahap I merupakan salah satu kegiatan Sekolah Literasi Indonesia. Gunanya adalah mengsinergikan tujuan yang ingin di capai oleh sekolah dengan orang tua siswa. Kegiatan ini juga mendidik para orang tua agar lebih berperan aktif dalam mendidik anaknya saat berada dirumah. Semua pembelajaran dan pembiasaan  yang ada di sekolah harus tetap dilaksanakan sang anak atas pengawasan orang tua saat berada di rumah agar nilai-nilai yang telah di ajarkan semakin menguat. Itulah kenapa harus ada sinergi antara orang tua siswa dengan sekolah.

Kegiatan yang dirangkaikan dengan acara isra miraj Sekolah Tapal Batas ini di bawakan oleh Shalipp Sanri Geolfano, S.Pd dan Achmad Salido sebagai Fasilitator selaku Guru Konsultas SGI-Dompet Dhuafa penempatan Kabupaten Nunukan.

Pada tanggal 8 Mei 2016 para orang tua siswa yang tinggal dari berbagai tempat di Sebatik Indonesia dan sebatik Malaysia datang berbondong-bondong ke Sekolah Tapal Batas untuk mengikuti kegiatan Training Parenting ini.

Para orang tua sangat antusias mengikuti kegiatan ini walaupun kondisi yang sedang hujan lebat dan padam listrik.

Di akhir acara pembicara menegaskan agar para orang tua siswa lebih aktif lagi di kegiatan parenting yang selalu di laksanakan sekolah tiap bulannya. Pihah sekolah dan guru pendamping juga mengharapkan partisipasi aktif pihak Komite Sekolah untuk menyukseskan kegiatan parentin di bulan-bulan mendatang.

Sebatik, 8 Mei 2016
Shalipp S. Geolfano, S.Pd


Rabu, 25 Mei 2016

PARENTING: CARA BIJAK MENYIKAPI ANAK YANG SUKA BEMAIN

PARENTING: CARA BIJAK MENYIKAPI ANAK YANG SUKA BEMAIN

Sama halnya seorang suami butuh bekerjan untuk menafkahi keluarganya dan seorang ibu butuh keahlian memasak untuk memasakkan suami dan anaknya. Bermain bagi seorang anak adalah suatu kebutuhan. Semua akan berjalan harmonis jika kebutuhannya terpenuhi. Dengan bermain anak bebas mengekspresikan segala potensi yang ada dalam dirinya dan menyalurkan semua energinya sehingga bisa tertawa lepas. Bahkan menurut Sylva, Bruner dan Paul menyatakan bahwa dalam bermain prosesnya lebih penting dari pada hasil akhirnya, karena tidak terikat dengan tujuan yang ketat.

Agar anak mendapatkan esensi dari bermain, tidaklah mesti menggunakan alat-alat bermain yang mahal seperti halnya mobil-mobilan remote control, game playstation, ataupun gadget. Bermain benteng (jaga) dan kejar-kejaran merupakan salah satu permainan yang dapat merangsang anak menjadi aktif dan mengajarkan anak untuk bersosialisasi dan berkompetisi yang mampu mengembangkan kecerdasan emosionalnya.

Alat-alat bermain yang mahal yang biasa digunakan oleh anak-anak perkotaan (golongan menengah ke atas) juga tidak semuanya memiliki sisi edukatif. Bahkan akan membawa pengaruh negatif jika tanpa disertai bimbingan orang tua.

Kecenderungan orang tua membelikan anaknya permainan yang mahal ketimbang membuatkan permainan tradisional bukanlah sesuatu hal yang salah. Asalkan permainan tersebut mampu menumbuhkan kreativitas, rasa sosial, dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak dengan baik.

Peran orang tua bukanlah hanya untuk menyediakan permainan untuk anaknya. Tetapi juga harus membimbing dalam penggunaannya. Contohnya seperti penggunaan gadget yang begitu mudah mengakses berbagai macam game online, orang tua harus menjelaskan kepada sang anak nilai-nilai yang harus di ambil dari permainan itu agar anak tidak mengartikan sendiri sesuka hati.

Begitupun juga bila orang tua ingin mengarahkan anaknya agar menggunakan benda-benda disekitarnya sebagai alat bermain. Penting kiranya orang tua menjelaskan benda-benda yang tersedia di alam ataupun barang bekas dapat digunakan sebagai alat bermain, seperti daun kelapa sebagai kincir angin, batu kerikil untuk bermain batu-lontar, ataupun kardus untuk mobil-mobilan dan pesawat terbang.

Sebatik, 26 Mei 2016
Shalipp Sanri Geolfano, S.Pd

Minggu, 22 Mei 2016

GURU KONSULTAN UNTUK TAPAL BATAS

GURU KONSULTAN UNTUK TAPAL BATAS
Dok. Pribadi: Penanda tanganan MoU Makmal Pendidikan dan Sekolah Tapal Batas di saksikan oleh Ketua Depag. Nunukan, Camat Sebatik Tengah dan Kapolsek Sebatik Tengah


Kamis, 11/2/2016 Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa melalui Makmal Pendidikan menggelar launching program pendampingan Sekolah Cerdas Literasi Indonesia di Sekolah Tapal Batas MI. Darul Furqon tepatnya di Desa Sungai Limau,
Bersamaan dengan launching di Sekolah Tapal Batas, program ini juga dilaksanakan di sepuluh titik di seluruh Indonesia yaitu; Polewali Mandar, Kepulauan Meranti, Musi Rawas Utara, Kapuas Hulu, Banten, Jakarta, Tasikmalaya, Cianjur dan Manggarai Barat NTT. Untuk mendukung kegiatan ini, ada 19 orang relawan yang diturunkan oleh Makmal Pendidikan ke sepuluh titik tersebut. Relawan-relawan tersebut berasal dari lulusan fresh graduate yang diseleksi dari seluruh Universitas yang ada di Indonesia. Untuk mendapatkan ilmu terkait sekolah literasi dan pendampingan sekolah, para relawan dibina selama 3 bulan di kampus Sekolah Guru Indonesia. Selanjutnya para relawan ini ditempatkan di daerah marginal selama setahun. Dua relawan yang ditempatkan di sekolah tapal batas adalah Achmad Salido dan Shalipp Sanri Geolfano.
Program Sekolah Literasi Indonesia yang digagas Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa secara umum berfokus pada pendampingan sekolah yang  memiliki dua lingkup pengembangan yaitu Sistem Instruksional dan Budaya Sekolah. Sistem Instruksional berbicara tentang kemampuan kepala sekolah mengembangkan profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik. Sedangkan budaya sekolah berbicara tentang kemampuan kepala sekolah melakukan perbaikan manajemen sekolah. Program Sekolah Literasi Indonesia memiliki kekhasan dengan menyasar pada tiga hal. Kelas literasi terpadu untuk siswa menjadi sasaran yang pertama dengan muatan program ceruk ilmu atau gemari baca, literasi karakter dan jurnalis cilik. Berikutnya adalah kelas literasi terpadu untuk guru dengan hasil yang diharapkan adalah kronik guru, kelas trainer dan learning community berbasis literasi. Sedangkan sasaran ketiga adalah untuk orang tua siswa yang menitikberatkan pada parenting berbasis literasi” ungkap Abdul Kodir selaku  pendamping Guru Konsultan dari Makmal Pendidikan dalam sambutannya.
Dok. Pribadi. : Penyerahan cindera mata

Lebih lanjut, dikatakan Abdul Kodir bahwa “Program Sekolah Literasi Indonesia memiliki tujuan untuk mengembangkan kemandirian sekolah pada 6 jenis keunggulan. Keunggulan yang dimaksud adalah kecakapan literasi, efektifitas pembelajaran, kepemimpinan instruksional, lingkungan belajar yang kondusif, pembentukan karakter/akhlak dan efektifitas manajerial.
Hadir dalam kegiatan Launching sekaligus memberikan sambutannya, bapak Harman selaku Camat Sebatik Tengah. Dalam sambutannya dia mengungkapkan bahwa, “di daerah perbatasan saat ini, sarananya masih terbatas namun ini bukan berarti akan membatasi ide-ide anak-anak untuk sekolah. Beliau mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa yang telah setia mendampingi sekolah di sebatik selama 3 tahun berturut-turut. Lebih lanjut dalam sambutannya, memberi arahan kepada para guru untuk lebih aktif dalam mengikuti seluruh program yang akan diselenggarakan oleh Guru Konsultan dari makmal Pendidikan. Sebab untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang bagus, harus memiliki cetakan yang bagus pula. Selain itu, beliau juga meminta kepada para orang tua siswa untuk mendukung sepenuhnya pendidikan anak. Jangan menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah. Karena waktu terbanyak anak berada dalam lingkungan keluarga”.
Hadir juga dalam acara launching, Kemenag. Kabupaten Nunukan. Beliau berpesan agar sekolah Madrasah Ibtidaiyah Tapal Batas Darul Forqon memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain. Sedangkan Ibu Suraidah selaku Kepala Sekolah MI Tapal Batas Darul Furqon, mengungkapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa. Sebab, dalam pendirian sekolah tapal batas, Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa telah banyak memberi bantuan. Beliau mengharapkan agar pendampingan yang diberikan tetap berlanjut, hingga MI Tapal Batas benar-benar bisa menjadi sekolah model percontohan yang ada di Kecamatan Sebatik Tengah.
Foto bersama pasca MoU

Dalam rangkaian acara tersebut dilakukan pula penandatanganan MoU antara sekolah dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa untuk program pendampingan selama setahun. Semoga dengan adanya program pendampingan ini sekolah tapal batas dapat menjadi sekolah berkualitas kedepannya. 

Jumat, 20 Mei 2016

MENAKLUKKAN SANG KOMBET (AIDIL)


MENAKLUKKAN SANG KOMBET (AIDIL)
 Muhammad Aidil. Siswaku di kelas I Sekolah Tapal Batas MI Darul Furqan. Teman-temannya biasa memanggilnya Aidil. Tinggal bersama orang tuanya di Kongsi 10 Bergusung, Malaisia – tempat pemukiman para buruh kelapa sawit milik perusahaan Malaysia-. Sama seperti teman-temannya yang lain, setiap harinya Aidil berjalan kaki melintasi batas negeri untuk bersekolah. “kalau liburan, aku bantu bapak pungut biji sawit. Nanti bisa dibagi duit untuk jajan” ungkapnya ketika aku tanya aktivitasnya ketika hari libur.  

Cita-citanya ingin menjadi kombet (tentara). Karena cita-citanya itu, Aidil sangat senag jika di hukum push-up saat latihan pramuka. Gaya jalannya pun begitu lihai mencontohkan seorang tentara perbatasan yang melenggak ke kanan dan ke kiri menghampiri mobil yang dicurigai membawa narkoba. Hampir setiap hari Aidil berkelahi dengan temannya di sekolah pada saat pembelajaran berlangsung terlebih lagi keluar istirahat. Semua temannya ditantang untuk berkelahi. Kakak kelasnya sekali pun. Tak ada yang membuatnya takut. Anggapannya, dialah yang paling hebat.

Aku pun di buat geram awal berjumpa denngannya. Saat itu aku sedang mendampingi proses pembelajaran di kelas I. Dari awal pembelajaran Aidil hanya terus berbaring di lantai. Teguran dari gurunya tak dihiraukan. Saat bangunkan, dia melemaskan badannya sambil berpura-pura tidur. Jika di tegur dengan nada yang keras, Aidil malah lari bersembunyi di balik tumpukan papan penutup jendela. Aku mencoba menghampirinya, menarik tangannya untuk mengajaknya kembali ke tempat duduknya agar mau ikut belajar. Reaksinya masih sama, melemaskan badannya dan berpura-pura tidur.


Bukunya masih kosong dan sangat sulit menyuruhnya menyelesaikan sebaris tulisan pun. Jika di paksakan, dia akan marah keluar kelas untuk bermain. Ah... anak ini, di biarkan malah bermalas-malasan, di paksa malah makin menjadi.

Tak ada asap jika tak ada api. Sikapnya yang demikian pastilah beralasan. Perhatianku kucoba fokuskan kepadanya dibeberapa hari kemudian. Setelah memerhatikannya beberapa kali akupun mengetahui penyebabnya. Ternyata Aidil belumlah lancar menulis walaupun telah menghafal abjad. Itulah yang membuatnya malas menulis ketika di kelas. Ketika tetan-temannya yang lain sudah menyelesaikan tugasnya, Aidil malah kebingungan menuliskan setiap abjad di paragraf pertama tulisannya. Bahkan Aidil harus berdiri persis di depan papan tulis sambil menunjuk setiap huruf agar bisa menuliskannya dengan benar. Tapi sayang, satu-satunya usaha terbaik yang bisa dilakukannya tersebut mendapat sumbut yang kurang baik dari teman-temannya. Caranya tersebut menghalangi siswa lainnya untuk membaca tulisan di papan tulis. Akhirnya tak jarang Aidil sering ditegus oleh temannya karena hal itu dan itulah yang membuat bukunya selalu kosong, berpura-pura tidur, atau melarikan diri saat pembelajaran.

Tak ada yang bisa menahannya saat sedang marah. Bermain di luar lebih baik baginya dibanding duduk dikelas yang tidak bisa memahaminya.

Akhirnya masa itu pun tiba. Aku menjadi guru model di kelas I. Aidil telah menjadi sosok monster kecil yang telah membuatku geram beberapa hari ini. Kelaspun di mulai dan Aidil masih dengan sikapnya yang sama. Baginya semua guru saama saja. Kuturuti keinginannya untuk tidak menyelesaikan tulisan saat pembelajaran dengan syarat Aidil tetap duduk di kelas mendengarakan kelasku. Tapi hal itu tak dapat menahannya cukup lama. Sesekali waktu dia mencuri-curi waktu untuk keluar kelas. Akhirnya aku memberikannya sanksi. Tak boleh keluar main sebelum selesai menulis. Hukuman tersebut dijalaninya dengan menggerutu. Dengan cara yang sama berdiri di depan kelas dan menunjuk tiap abjad, Aidil hanya mampu menyelesaikan 2 baris dari 5 baris tulisan.

Tak apalah untuk hari ini, setidaknya Aidil bisa membawa hasil tulisaannya sendiri untuk di perlihatkan kepada orang tuanya. Betapa senangnya dia ketika aku memberi nilai 80 untuk 2 baris tulisannya tersebut. Aku janji padanya jika ia menyelesaikan sisanya di rumah, aku akan memberinya nilai 100. Akupun menuliskan ulang materi hari itu di selembar kertas dan menempelkan ke bukunya.
Keesokan harinya semacam aku tak percaya. Tugas yang aku berikan diselesaikannya dengan baik. Tak hanya menyelesaikan tugasnya, semua tulisan materi kemarin di ulang tulisnya dua kali dan di tambah materi penjumlahan dari ibunya. Aku tunaikan janjiku kepadanya, nilai 100 untuk tugas dariku dan menambahkan nilai 100 untuk tugas dari ibunya. Hari itu kulihat reka senyum polosnya mendapat nilai 100. Betapa bahagianya Aidil saat itu. Tak pernah kemelihat dia sebahagia itu sebelumnya. Wajarlah bila iya sangat bahagia, jangankan dapat nilai 100, mendapat nilaipun sangat jarang karena tak pernah menulis. Perlakuan yang sama aku lakukan bagi siswa siswi lainnya yang mempunyai kendala seperti Aidil.



Perlahan akupun mulai bisa menaklukan Aidil si Kombet Perbatasan. Membuatkan salinan materi untuk dituliskaannya kembali di rumah cukup berhasil. Dan selalunya aku memberikan tugas tersebut di saat melaksanakan kelas model walaupun Aidil hanya menyelesaikan beberapa baris saat di sekolah. Tapi sisanya selaalu ia selesaikan di rumah dan memperlihatkannya besok di sekolah. “Pak Ustadz, ini tulisanku. Bagi nilai! Nanti aku kasi liat lagi ibuku.” Pinta Aidil Aidil dengan gaya nyengirnya yang khas.

SSG, 20 Mei 2016

Senin, 16 Mei 2016

Sekolah Tapal Batas on the Lens

Kali ini saya akan coba berbagi beberapa gambar dan moment yang sempat terabadikan oleh kamera
Reka tawa ceria Nana, Pipit, dan Iyen saat menuggu waktu tampil pada acara Seminar Anti LGBT di balai desa Sungai Limau
Sutriana Dwi Lestari (Nana). Siswa kelas 2 MI yang sangat lihai mengayunkan gerak tari
Muhammad Rudi (Murid PAUD Al-Ikhlas 2 STB)
Muh. Rudi. Sangat kuat. Pelipisnya di jahit tanpan menggunakan obat bius




Tim tari Sekolah Tapal Batas (Nana, Canda, Iyen, dan Pipit). Kurang si Ana yang lagi sakit



Minggu, 01 Mei 2016

Pendidikan Nasional: “Investasi SDM”

Pendidikan Nasional: “Investasi SDM”

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Tanpa pendidikan maka manusia buta, tak tau arah hidupnya. Pendidikan yang dimulai sejak dalam kandungan sampai sebelum nafas dicabut dari kerongkongan. Pentingya pendidikan telah disadari oleh para pendiri bangsa Indonesia dengan meletakan poin mencerdaskan kehidupan bangsa dalam pembukaan UUD 1945.

Pendidikan harus dipandang sebagai investasi Sumberdaya Manusia (SDM) di masa depan untuk mencapai banyak tujuan mulai dari memutus rantai kemiskinan sampai urusan bangsa dan negara mau dibawa ke mana masa depannya. Semua tergantung kualitas SDM. Kunci masa depan sebuah negara bukan lagi berdasar kekayaan alam namun pada kualitas warga negaranya.

Ketika WNI berkualitas dan mampu bersaing secara global, masa depan Indonesia sebagai negara maju yang memimpin dunia akan bisa tercapai. Maka negara harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama.
Peta dan korelasi tingkat pendidikan memengaruhi kemiskinan dan pengangguran serta daya saing.

Kemiskinan Indonesia sangat parah, standar miskin versi pemerintah jumlah rakyat miskin Indonesia mencapai 38 juta. Apabila mengacu pada standar miskin versi WHO jumlahnya meloncat menjadi 110 juta jiwa. Artinya hampir setengah manusia Indonesia miskin.

Kemudian soal penggangguran, saat ini lebih dari 8 juta manusia Indonesia menganggur dengan peta sebaran, lulusan SMA sederajat menyumbang 3,6 juta pengangguran. Sedangkan lulusan perguruan tinggi menyumbang hampir 1 juta pengangguran. Padahal saat ini Indonesia memiliki 16 juta WNI usia produktif 17-25 tahun namun hanya 2 juta yang mengenyam Pendidikan Tinggi (PT).

Jumlah pengangguran lulusan SMA lebih tinggi jika dibanding lulusan pendidikan tinggi. PT punya peluang untuk bekerja lebih tinggi. Selain itu, upah yg diterima lulusan PT lebih tinggi dari upah lulusan SMA. Lalu, mengapa jumlah WNI usia produktif 17-25 sedikit yang kuliah? Ada beberapa faktor yang menyebabkan, diantaranya:
Pertama, tuntutan hidup. Setelah lulus SMA mereka sudah bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kesadaran orang tua di Indonesia tentang pendidikan anak masih rendah, tak perlu sekolah tinggi-tinggi kalau lulus SMA saja sudah bisa menghasilkan uang.
Faktor kedua adalah biaya kuliah yang mahal tak terjangkau oleh masyarakat bawah, bahkan menengah. Memang ada beasiswa bidik misi dari negara namun kebanyakan di kampus negeri, padahal tidak semua lulusan SMA bisa masuk PTN. Mereka masuk kampus swasta yang biasanya lebih mahal dan minim beasiswa. Ketiga, jumlah PT mulai dari akademi, politeknik, institut, universitas di Indonesia 4426 yg ada, tidak semua aktif, masih kurang. Kebanyakan berada di Jawa dan kota besar. Di kota-kota kecil jumlahnya sedikit dan kebanyakan minim sarana dan kualitas.

Jumlah dosen 227.178 dengan 148.827 bergelar master dan 27.277 bergelar Doktor masih kurang ideal jika mengacu pada standar Dikti. Rasio dosen dan mahasiswa ideal menurut Dikti adalah 1:20 sehingga, dengan asumsi 16 juta WNI usia produktif mengenyam PT. Maka jumlah dosen masih memenuhi 25% dari jumlah ideal 800.000 dosen.

Berdasarkan data dan fakta kondisi pendidikan tinggi di Indonesia ada beberapa peluang dan tantangan yang dihadapi. Pertama, masih diperlukan banyak PT baru yang berkualitas untuk menampung lulusan SMA khususnya vokasi. Kedua, menambah jumlah Master dan Doktor untuk peningkatan kualitas PT dan lulusanya. Ketiga, ketika jumlah PT bertambah maka akan semakin kompetitif dan negara harus makin serius mengalokasikan APBN untuk inverstasi SDM bukan ke pembangunan fisik secara terus menerus.
Pembangunan fisik yang berorientasi pada ekonomi hanya menguntungkan segelintir orang, bukan rakyat kebanyakan. Jangan sampai 1% orang kaya Indonesia terus menguasai 54% ekonomi Indonesia.

Mendorong peningkatan kualitas SDM akan meningkatkan nilai tambah (upah), daya saing, dan pekerja Indonesia. Peningkatan upah akan mengurangi kemiskinan dan menambah kesejahteraan & IPM.

Terakhir, pendidikan telah terbukti mengubah wajah peradaban. Maka jika ingin melakukan revolusi, mulailah dari pendidikan.

SELAMAT HARI PENDIDIKAN, semoga investasi SDM di bidang pendidikan di Indonesia kian maju seiring berjalannya waktu.

*Di kutip dari kultwit @PendidikanDD

Shalipp Sanri Geolfano, S.Pd

Guru Konsultan SGI Dompet Dhuafa 

Sabtu, 30 April 2016

Hakekat Belajar, Mengajar dan Pembelajaran

Hakekat Belajar, Mengajar dan Pembelajaran
Belajar adalah proses untuk mengubah diri dari tidak tahu menjadi tahu, dari belum bisa menjadi bisa, dari belum terampil menjadi terampil dan mahir. Sedangkan mengajar sendiri adalah upaya mentransformasi orang lain, yakni peserta didik, agar menjadi tahu, bisa, terampil dan mahir. Bila belajar dan mengajar digabungkan dalam satu aktivitas bersama maka hal ini disebut sebagai kegiatan pembelajaran.
PEMBELAJARAN = BELAJAR + MENGAJAR

Pembelajaran itu sendiri secara konsep dasarnya adalah pertemuan atau persenyawaan antara aktivitas murid belajar dan guru sedang mengajar. Pembelajaran adalah proses peningkatan kemampuan baik di ranah kognitif, afektif dan juga ranah keterampilan melalui aktivitas interaksi antarelemen pembelajaran. Elemen pembelajaran yang dimaksud ada tiga, yakni guru, siswa dan media atau sumber belajar. Apabila terjadi interaksi yang sempurna antara ketiganya, maka itulah yang disebut dengan pembelajaran aktif.
Pembelajaran aktif adalah proses belajar dimana siswa mendapatkan kesempatan yang lebih banyak untuk melakukan aktivitas belajar, berupa hubungan interaktif dengan materi pelajaran dan sesama pembelajar (siswa dan guru) yang ada di ruangan kelas.Pengalaman belajar merupakan identitas kunci lainnya dari active learning. Pengalaman belajar terbagi menjadi 2 bagian utama, yaitu observasi (observing) dan melakukan sesuatu (doing something).
Hal-hal penting apa saja yang harus guru perhatikan untuk dapat mengembangkan strategi pembelajaran aktif (active learning)? Pertama, pembelajaran harus berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Kedua, pembelajaran menggunakan beragam metode dan media belajar. Ketiga, memberdayakan semua indera dan potensi peserta didik. Keempat, pembelajaran harus dikaitkan dengan lingkungan dan pengalaman yang terjadi di sekitar peserta didik (kontekstual).


Ketika Kurikulum telah Berubah

Pelatihan PAIKEM “Ketika Kurikulum telah Berubah”

Guru merupakan aset utama pendidikan yang dituntut memiliki empat kompetensi utama, yakni kompetensi paedagogik, profesional, sosial, dan kompetensi kepribadian. Empat macam kompetensi ini, tanpa terkecuali, harus melekat kuat dalam diri setiap orang yang bercita-cita ingin berprofesi sebagai seorang pendidik di tingkat satuan pendidikan manapun di Indonesia. Walaupun sejatinya orientasi jabatan keguruan adalah pengabdian, namun sebagai sebuah “proyek” masa depan bangsa, guru adalah profesi yang mensyaratkan kualifikasi tertentu. Walaupun faktanya guru adalah profesi yang kesejahteraannya masih terbilang minim, setiap guru harus berupaya memenuhi segenap kewajiban demi memberi layanan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak didiknya.
Munculnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diterapkan secara penuh di tahun 2004, kemudian disempurnakan kembali dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sejak tahun 2006 yang lalu terbilang telah banyak memberikan perubahan dalam struktur pendidikan di Indonesia. Munculnya dua kurikulum baru ini secara historis memang tidak bisa dipisahkan dari tuntutan kondisi masyarakat dan bangsa yang masih kuat dipengaruhi oleh euforia reformasi kala itu. Perubahan kurikulum ini tak lain adalah jawaban pemerintah dalam rangka mempercepat penuntasan reformasi di bidang pendidikan. Reformasi pendidikan ini pulalah yang kemudian juga melatar belakangi pembentukan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai pengawal keberhasilan sistem pendidikan nasional melalui pembuatan delapan standar nasional pendidikan.
Diberlakukannya KTSP 2006 merupakan penjabaran dari skema reformasi pendidikan  yang mendesak agar bisa diwujudkannya otonomi pendidikan yang selaras dengan iklim otonomi daerah. Kurikulum pendidikan kita pada hari ini tidaklah lagi bersifat sentralistik dengan  menekan guru untuk melaksanakan paket kurikulum dari pusat tanpa memperhatikan kondisi dan kebutuhan di tingkat daerahnya. Artinya, keberhasilan pendidikan nasional tidak lagi hanya menjadi beban tanggung jawab pemerintah pusat saja, tetapi seluruh stakeholder pendidikan, baik itu pemerintah daerah, dewan pendidikan, sekolah, komite sekolah, guru dan juga segenap masyarakat. Dari sinergisasi ini diharapkan dapat mengembangkan pola pengelolaan pendidikan yang memiliki kultur partisipatif .
Kesulitan dalam menyusun kurikulum salahsatunya dikarenakan banyak dipengaruhi oleh keterbatasan guru dalam menguasai bidang keilmuan yang harus diajarkannya. Umumnya guru lebih senang mengajar dengan mengacu pada buku-buku cetak pegangan siswa, bukan langsung dari referensi keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Katerbatasan keilmuan guru dapat dilihat  dari data milik Departemen Pendidikan Nasional pada tahun pelajaran 2007/2008 yang menyebutkan bahwa 77,85 persen guru di tingkat SD dinyatakan tidak layak menjadi guru. Besarnya angka tersebut tentunya merupakan konsekuensi dari UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menuntut guru SD harus berlatar belakang pendidikan minimal S1, sedangkan selama ini guru SD biasanya hanya berpendidikan D2 atau bahkan masih banyak yang masih berpendidikan SPG/SMA.
Tak bisa dipungkiri, pengembangan kurikulum di sekolah juga terhambat oleh masih minimnya kesejahteraan guru. Gaji guru yang rendah, terutama guru honorer, mengakibatkan para guru menjadi sulit untuk melakukan pengembangan diri. Jangankan untuk membeli buku atau mengikuti pelatihan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya saja masih ada ribuan guru yang masih bergulat dengan kemiskinan karena pendapatannya berada di bawah rata-rata upah buruh di pabrik, padahal mereka adalah tenaga pendidik yang berpendidikan. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Sulistio, bahwa perlu ada keberpihakan semua pihak untuk membantu menjadikan guru di Indonesia lebih bermartabat dan profesional diantaranya melalui pengaturan supaya gaji guru layak atau minimal sama dengan upah umum di daerah (Kompas, 27 Oktober 2009). Peningkatan mutu guru memang tidak mungkin bisa ditawar-tawar lagi, namun agar adil, hal ini harus pula diiringi dengan peningkatan kesejahteraan guru.
Guru adalah eksekutor terakhir yang memegang kunci keberhasilan reformasi pendidikan, karena merekalah yang setiap hari berhadapan langsung dengan wajah pendidikan kita di ribuan sekolah di seluruh penjuru tanah air. Amanah reformasi pendidikan akan berhasil ketika kurang lebih 2,8 guru Indonesia semuanya ikhlas bergerak dan bersatu visi dalam gerakan pengembangan kurikulum mandiri di sekolah ajarnya masing-masing. Bukanlah hal yang utopi jika seratus persen guru Indonesia mau dan mampu menghasilkan kurikulum serta materi ajarnya sendiri. Namun tentunya hal ini memerlukan banyak dukungan terutama pemerintah, baik di pusat atau pun di daerah, agar mampu mensubsidi dan memfasilitasi secara lebih luas beragam program pengembangan profesionalisme keguruan. Sertifikasi yang merupakan program paling populer dalam peningkatan mutu guru selama ini baru bisa memfasilitasi sekitar 500 ribu guru. Sedangkan di belakangnya masih lebih banyak lagi guru yang berdesak-desakan mengantri sambil berharap-harap cemas.
Tak ubahnya laksana seorang pahlawan, guru adalah sosok yang sangat didambakan bisa menjadi sumber inspirasi masyarakat, minimal bagi anak-anak didiknya. Dari kelas ajarnya, sesungguhnya setiap guru memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan penting bagi dunia. Guru dengan berbekal kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosionalnya amat diharapkan agar sanggup memotivasi, membimbing dan memberi teladan bagi siswa-siswi yang setiap hari dididiknya agar kelak menjadi generasi-generasi baru yang mampu mengubah bangsa, bahkan dunia, menjadi jauh lebih baik dari hari ini.


SUARA DARI TAPAL BATAS

SUARA DARI TAPAL BATAS

Benar, tulisan ini menjelaskan perasaanku kepada mereka. Sebagian kecil dari kondisi tapal batas yang dulu mereka berselisih tentangkan dengan Malaysia.

Benar, tulisan ini diperuntukan bagi mereka-mereka yang masih punya iba.

Siapakah yang akan menuntaskan persolan sekolah anak tapal batas ini? Siapa yang lebih berkuasa dan mengetahui tentang persoalan ini? Pada siapa anak-anak ini akan berseru? Benarkah aku kini berada diantara mereka?

Benar, aku tidak akan dapat menjadikan mereka yang mati, mendengar permintaan anak-anak ini. Tidak pula menjadikan orang-orang yang tuli, mendengar panggilan anak-anak yang tak tahu cara meminta. Karena mereka sedang berpaling, menampakkan punggungnya yang kokoh.

Dan aku tidak akan pernah bisa menghadapkan wajah mereka kesana. Ke tempat para anak tapal batas berpijak bak patok perbatasan. Aku tidak dapat menjadikan seorang pun mendengarkan hal ini, kecuali orang-orang yang peduli dan mau bertindak membentang kebaikan untuk anak tapal batas negeri ini.

Maman: Ayah, Biarkan Adikku Tetap Sekolah

Maman: Ayah, Biarkan Adikku Tetap Sekolah

Hari sudah semakin sore, matahari yang jingga pun mulai terbenam di negeri seberang. Kegelapan mulai menyusup, menutupi pepohonan sawit dan pisang di Sekolah Tapal Batas (STB).

Sudah sesore ini, Rudi (siswa PAUD) dan Maman (siswa kelas I MI), dua orang bersaudara yang sama-sama sekolah di STB belumlah datang. Mestinya ayahnya sudah mengantar mereka berdua semenjak ahad sore atau pagi tadi. Senin sampai sabtu Maman dan Rudi tinggal di STB karena rumah mereka yang sangat jauh. Butuh berjam-jam menggunakan motor untuk bisa samoai sekolah.

Pelajaran di hari senin pun mereka tak ikuti. Ummi (sebutan untuk guru di STB) mulai merasa risau. Tak lama berselang saat aku juga mulai merisaukan mereka, tiba-tiba mereka turun dari motor ayahnya. Tak banyak kata yang diucapkan sang ayah kecuali menjawab beberapa pertanyaan dari Ummi Suraidah perihal perlengkapan sekolah Maman dan Rudi. Maman dan Rudi pun masih terlihat malu-malu. Ekspresi mereka begitu jauh berbeda di banding saat pertama aku berkenalann di malam pertama aku tiba.

Setelah menjawab pertanyaan dari ummi, ayah mereka pun pulang tanpa ada kata-kata. Rudi si bungsu menangis kuat karena tak mau di tinggal oleh ayahnya. Berlari mengerjar motor ayahnya yang laju menuruni jalan berkerikil. Kami mendengar jelas suara Rudi dari teras STB.

Maman, sang abang juga berlari menyusul adiknya. Aku pun mengikutinya. Baru kusadari ternyata maman juga ikut menangis. Hanya saja coba di sembunyikannya di balik helaan napasnya yang kepayahan agar tak terlihat olehku. Maman tak ingin terlihat cengeng di hadapan adiknya, aku membatin.

Maman bersedih bukan karena di tinggal oleh sang ayah, tapi merasa kasihan melihat adiknya yang menangis sambil berlari. Rudi tetaplah anak kecil yang belum terbiasa ditinggal oleh orang tuanya. Tapi sang abang bersikap lebih dewasa dari umurnya yang baru genap 8 tahun. Begitulah kehidupan anak-anak di tapal batas ini, keadaan memaksa mereka untuk bisa mandiri.

Shalipp S. Geolfano

Guru Konsultan SGI-DD penempatan Sebatik.

Perjalanan ke Tapal Batas


Perjalanan ke Tapal Batas

Pulau Sebatik. Nama pulau ini baru ku dengar dan membuatku penasaran. Rasa penasaran akan pulau ini pun semakin bertambah semenjak pengumuman penempatan Sekolah Guru Indonesia (SGI) angkatan XVI beberapa hari yang lalu. Nantinya aku akan mengabdi di pulau tersebut selama setahun.

Aku pun mencoba mencari tahu lewat internet tentang pulau ini untuk memenuhi rasa penasaranku tersebut. Beberapa informasi aku dapatkan.

Pulau sebatik adalah pulau kecil yang berada disebelah timur pulau kalimantan. Sama dengan pulau kalimantan itu sendiri, pulau sebatik juga dimiliki oleh negara Indonesia dan Malaysia. Sebelah utara pulau sebatik adalah wilayah Malaysia dan sebelah selatan merupakan wilayah Indonesia. Tepat di perbatasan dua negara inilah nanti aku akan mengabdi selama setahun. Tepatnya di Desa Sungai Limau, Kecamatan Sebatik Tengah, Kecamatan Sebatik Tengan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Di Madrasah Ibidayyah Darul Furqan atau lebih di kenal dengan nama Sekolah Tapal Batas. Kenapa namanya Sekolah Tapal Batas? Itu karena letaknya di perbatasan Indonesia-Malaysia.

Masa pembinaan Sekolah Guru Indonesia selama 3 bulan di bogor telah usai. Tibalah saatnya bagi kami 19 orang Laskar Nusantara SGI XVI mengaplikasikan ilmu membentang kebaikan untuk negeri ini. Aku pun akan menempuh perjalanan menuju ke Sekolah Tapal Batas itu.

Perjalananku menuju Sekolah Tapal Batas dimulai pada pukul 02:00 WIB dini hari yang diawalai dengan apel pelepasan. Setelah pelepasan, kami pun di berangkatkan. Rute perjalanannya adalah dari asrama SGI di Bogor menggunakan mobil menuju Bandar Soekarno-Hatta. Setelah itu terbang menuju Kota Tarakan yang transit terlebih dahulu ke Balik Papan terlebih dahulu. Barulah dari pulau Tarakan ke pulau Nunukan  kami menggunakan Speedboath. Dari Nunukan Perjalananpun di lanjutkan menggunakan perahu kayu bermesin menuju pulau Sebatik. Sebenarnya ada Speedboath yang langsung ke pulau sebatik. Hanya saja saat itu aku terlambat tiba. Kapalnya sudah berangkat sebelum kami sampai ke pelabuhan.  Aku pun mengambil jalan memutar lewat Nunukan.

Pulau kecil yang dimiliki oleh 2 negara Indonesia dan Malaysia dengan begitu banyak cerita didalamnya yang tunggu untuk aku “baca”. Untuk menuju Sekolah Tapal Batas perjalanan kami lanjutkan dengan menggunakan mobil sewaan. Barulah sekitar pukul 18:30 WITA kami sampai di Sekolah Tapal Batas.

Sekolah ini berada persisis berada di perbatasan Indonesia-Malaysia. Hanya dengan berjalan kaki anak-anak Indonesia yang bermukim di wilayah malaysia datang ke tempat ini setiap harinya untuk bersekolah. Mereka adalah anak-anak para buruh di kebun kelapa sawit milik Malaysia.