Selasa, 14 Juni 2016

KISAH ANAK PERBATASAN (Nur Fitriani)

Nur Fitriani
KISAH ANAK PERBATASAN

Assalamu alaikum wr. wb.

Hallo teman-teman, saya Nur Fitriani. Kalian bisa panggil saya Fitriani. Saya duduk di kelas 3 Madrasah Diniyah. Lewat tulisan ini saya ingin menceritakan kisah hidup di perbatasan. Kalau mau tau teman-teman, hidup di perbatasan ini ngak sama dengan hidup di perkotaan yang serba kecukupan. Perbedaannya bukan itu saja namun banyak lagi. Salah satunya adalah gaya bahasanya. Kami, anak-anak di perbatasan ini hidupnya dengan dua gaya bahasa yaitu Indonesia dan Malaysia. Tapi kebanyakan selalu menggunakan bahasa Malaysia. Mungkin karena kami tinggalnya di Malaysia dan sekolahnya di Indonesia. Tapi anak-anak di perbatasan itu lebih banyak yang cinta Indonesia dibanding Malaysia. Guru kami mengajarkan bahwa bahasa Indonesia itu perlu diketahui oleh anak-anak Indonesia. Apa gunanya kalau anak Indonesia ngak tahu bahasa Indonesia.

Ada pepatah yang mengatakan DARIPADA HUJAN EMAS DI NEGERI ORANG, LEBIH BAIK HUJAN BATU DI NEGERI SENDIRI. Itu memang benarkan teman-teman? Teman-teman, kalau mau tahu juga tempat tinggal kami dari persekolahan itu jaraknya sangaaaaaat jauh. Kita menempuhnya selama satu setengah jam. Lumayan jauh kan? Dan kami kesekolah itu bukan naik sepeda motor tapi kami berjalan kaki karena kurangnya transportasi. Walaupun demikian kami tak peduli yang penting tujuan, dan rasa cinta kami tetap untuk Indonesia. Kami akan membuktikan bahwa kami adalah generasi penerus bangsa yang akan datang untuk Indonesia.

Mungkin itu saja yang dapat saya sampaikan wabillahi taufik walhidayat
Wasalamu alaikum wr. wb.

2 komentar:

  1. tpi lebih nyaman hidup di pedesaan dari pada hidup di perkotaan yg serba berkecukupan ini ...

    BalasHapus