Assalamu alaikum wr. wb.
Hallo teman-teman, saya Nur
Fitriani. Kalian bisa panggil saya Fitriani. Saya duduk di kelas 3 Madrasah
Diniyah. Lewat tulisan ini saya ingin menceritakan kisah hidup di perbatasan.
Kalau mau tau teman-teman, hidup di perbatasan ini ngak sama dengan hidup di
perkotaan yang serba kecukupan. Perbedaannya bukan itu saja namun banyak lagi.
Salah satunya adalah gaya bahasanya. Kami, anak-anak di perbatasan ini hidupnya
dengan dua gaya bahasa yaitu Indonesia dan Malaysia. Tapi kebanyakan selalu
menggunakan bahasa Malaysia. Mungkin karena kami tinggalnya di Malaysia dan
sekolahnya di Indonesia. Tapi anak-anak di perbatasan itu lebih banyak yang
cinta Indonesia dibanding Malaysia. Guru kami mengajarkan bahwa bahasa
Indonesia itu perlu diketahui oleh anak-anak Indonesia. Apa gunanya kalau anak
Indonesia ngak tahu bahasa Indonesia.
Ada pepatah yang mengatakan
DARIPADA HUJAN EMAS DI NEGERI ORANG, LEBIH BAIK HUJAN BATU DI NEGERI SENDIRI.
Itu memang benarkan teman-teman? Teman-teman, kalau mau tahu juga tempat
tinggal kami dari persekolahan itu jaraknya sangaaaaaat jauh. Kita menempuhnya
selama satu setengah jam. Lumayan jauh kan? Dan kami kesekolah itu bukan naik
sepeda motor tapi kami berjalan kaki karena kurangnya transportasi. Walaupun
demikian kami tak peduli yang penting tujuan, dan rasa cinta kami tetap untuk
Indonesia. Kami akan membuktikan bahwa kami adalah generasi penerus bangsa yang
akan datang untuk Indonesia.
Mungkin itu saja yang dapat saya
sampaikan wabillahi taufik walhidayat
Wasalamu alaikum wr. wb.
tpi lebih nyaman hidup di pedesaan dari pada hidup di perkotaan yg serba berkecukupan ini ...
BalasHapusArgumen yg luar biasa...
BalasHapus