Kamis, 26 Mei 2016

TRAINING PARENTING BAGI PARA ORANG TUA DI BERANDA NEGERI

TRAINING PARENTING BAGI PARA ORANG TUA DI BERANDA NEGERI
Gambar di ambil dari http://rumahceritaanak.com/

Training parenting tahap I merupakan salah satu kegiatan Sekolah Literasi Indonesia. Gunanya adalah mengsinergikan tujuan yang ingin di capai oleh sekolah dengan orang tua siswa. Kegiatan ini juga mendidik para orang tua agar lebih berperan aktif dalam mendidik anaknya saat berada dirumah. Semua pembelajaran dan pembiasaan  yang ada di sekolah harus tetap dilaksanakan sang anak atas pengawasan orang tua saat berada di rumah agar nilai-nilai yang telah di ajarkan semakin menguat. Itulah kenapa harus ada sinergi antara orang tua siswa dengan sekolah.

Kegiatan yang dirangkaikan dengan acara isra miraj Sekolah Tapal Batas ini di bawakan oleh Shalipp Sanri Geolfano, S.Pd dan Achmad Salido sebagai Fasilitator selaku Guru Konsultas SGI-Dompet Dhuafa penempatan Kabupaten Nunukan.

Pada tanggal 8 Mei 2016 para orang tua siswa yang tinggal dari berbagai tempat di Sebatik Indonesia dan sebatik Malaysia datang berbondong-bondong ke Sekolah Tapal Batas untuk mengikuti kegiatan Training Parenting ini.

Para orang tua sangat antusias mengikuti kegiatan ini walaupun kondisi yang sedang hujan lebat dan padam listrik.

Di akhir acara pembicara menegaskan agar para orang tua siswa lebih aktif lagi di kegiatan parenting yang selalu di laksanakan sekolah tiap bulannya. Pihah sekolah dan guru pendamping juga mengharapkan partisipasi aktif pihak Komite Sekolah untuk menyukseskan kegiatan parentin di bulan-bulan mendatang.

Sebatik, 8 Mei 2016
Shalipp S. Geolfano, S.Pd


Rabu, 25 Mei 2016

PARENTING: CARA BIJAK MENYIKAPI ANAK YANG SUKA BEMAIN

PARENTING: CARA BIJAK MENYIKAPI ANAK YANG SUKA BEMAIN

Sama halnya seorang suami butuh bekerjan untuk menafkahi keluarganya dan seorang ibu butuh keahlian memasak untuk memasakkan suami dan anaknya. Bermain bagi seorang anak adalah suatu kebutuhan. Semua akan berjalan harmonis jika kebutuhannya terpenuhi. Dengan bermain anak bebas mengekspresikan segala potensi yang ada dalam dirinya dan menyalurkan semua energinya sehingga bisa tertawa lepas. Bahkan menurut Sylva, Bruner dan Paul menyatakan bahwa dalam bermain prosesnya lebih penting dari pada hasil akhirnya, karena tidak terikat dengan tujuan yang ketat.

Agar anak mendapatkan esensi dari bermain, tidaklah mesti menggunakan alat-alat bermain yang mahal seperti halnya mobil-mobilan remote control, game playstation, ataupun gadget. Bermain benteng (jaga) dan kejar-kejaran merupakan salah satu permainan yang dapat merangsang anak menjadi aktif dan mengajarkan anak untuk bersosialisasi dan berkompetisi yang mampu mengembangkan kecerdasan emosionalnya.

Alat-alat bermain yang mahal yang biasa digunakan oleh anak-anak perkotaan (golongan menengah ke atas) juga tidak semuanya memiliki sisi edukatif. Bahkan akan membawa pengaruh negatif jika tanpa disertai bimbingan orang tua.

Kecenderungan orang tua membelikan anaknya permainan yang mahal ketimbang membuatkan permainan tradisional bukanlah sesuatu hal yang salah. Asalkan permainan tersebut mampu menumbuhkan kreativitas, rasa sosial, dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak dengan baik.

Peran orang tua bukanlah hanya untuk menyediakan permainan untuk anaknya. Tetapi juga harus membimbing dalam penggunaannya. Contohnya seperti penggunaan gadget yang begitu mudah mengakses berbagai macam game online, orang tua harus menjelaskan kepada sang anak nilai-nilai yang harus di ambil dari permainan itu agar anak tidak mengartikan sendiri sesuka hati.

Begitupun juga bila orang tua ingin mengarahkan anaknya agar menggunakan benda-benda disekitarnya sebagai alat bermain. Penting kiranya orang tua menjelaskan benda-benda yang tersedia di alam ataupun barang bekas dapat digunakan sebagai alat bermain, seperti daun kelapa sebagai kincir angin, batu kerikil untuk bermain batu-lontar, ataupun kardus untuk mobil-mobilan dan pesawat terbang.

Sebatik, 26 Mei 2016
Shalipp Sanri Geolfano, S.Pd

Minggu, 22 Mei 2016

GURU KONSULTAN UNTUK TAPAL BATAS

GURU KONSULTAN UNTUK TAPAL BATAS
Dok. Pribadi: Penanda tanganan MoU Makmal Pendidikan dan Sekolah Tapal Batas di saksikan oleh Ketua Depag. Nunukan, Camat Sebatik Tengah dan Kapolsek Sebatik Tengah


Kamis, 11/2/2016 Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa melalui Makmal Pendidikan menggelar launching program pendampingan Sekolah Cerdas Literasi Indonesia di Sekolah Tapal Batas MI. Darul Furqon tepatnya di Desa Sungai Limau,
Bersamaan dengan launching di Sekolah Tapal Batas, program ini juga dilaksanakan di sepuluh titik di seluruh Indonesia yaitu; Polewali Mandar, Kepulauan Meranti, Musi Rawas Utara, Kapuas Hulu, Banten, Jakarta, Tasikmalaya, Cianjur dan Manggarai Barat NTT. Untuk mendukung kegiatan ini, ada 19 orang relawan yang diturunkan oleh Makmal Pendidikan ke sepuluh titik tersebut. Relawan-relawan tersebut berasal dari lulusan fresh graduate yang diseleksi dari seluruh Universitas yang ada di Indonesia. Untuk mendapatkan ilmu terkait sekolah literasi dan pendampingan sekolah, para relawan dibina selama 3 bulan di kampus Sekolah Guru Indonesia. Selanjutnya para relawan ini ditempatkan di daerah marginal selama setahun. Dua relawan yang ditempatkan di sekolah tapal batas adalah Achmad Salido dan Shalipp Sanri Geolfano.
Program Sekolah Literasi Indonesia yang digagas Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa secara umum berfokus pada pendampingan sekolah yang  memiliki dua lingkup pengembangan yaitu Sistem Instruksional dan Budaya Sekolah. Sistem Instruksional berbicara tentang kemampuan kepala sekolah mengembangkan profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik. Sedangkan budaya sekolah berbicara tentang kemampuan kepala sekolah melakukan perbaikan manajemen sekolah. Program Sekolah Literasi Indonesia memiliki kekhasan dengan menyasar pada tiga hal. Kelas literasi terpadu untuk siswa menjadi sasaran yang pertama dengan muatan program ceruk ilmu atau gemari baca, literasi karakter dan jurnalis cilik. Berikutnya adalah kelas literasi terpadu untuk guru dengan hasil yang diharapkan adalah kronik guru, kelas trainer dan learning community berbasis literasi. Sedangkan sasaran ketiga adalah untuk orang tua siswa yang menitikberatkan pada parenting berbasis literasi” ungkap Abdul Kodir selaku  pendamping Guru Konsultan dari Makmal Pendidikan dalam sambutannya.
Dok. Pribadi. : Penyerahan cindera mata

Lebih lanjut, dikatakan Abdul Kodir bahwa “Program Sekolah Literasi Indonesia memiliki tujuan untuk mengembangkan kemandirian sekolah pada 6 jenis keunggulan. Keunggulan yang dimaksud adalah kecakapan literasi, efektifitas pembelajaran, kepemimpinan instruksional, lingkungan belajar yang kondusif, pembentukan karakter/akhlak dan efektifitas manajerial.
Hadir dalam kegiatan Launching sekaligus memberikan sambutannya, bapak Harman selaku Camat Sebatik Tengah. Dalam sambutannya dia mengungkapkan bahwa, “di daerah perbatasan saat ini, sarananya masih terbatas namun ini bukan berarti akan membatasi ide-ide anak-anak untuk sekolah. Beliau mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa yang telah setia mendampingi sekolah di sebatik selama 3 tahun berturut-turut. Lebih lanjut dalam sambutannya, memberi arahan kepada para guru untuk lebih aktif dalam mengikuti seluruh program yang akan diselenggarakan oleh Guru Konsultan dari makmal Pendidikan. Sebab untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang bagus, harus memiliki cetakan yang bagus pula. Selain itu, beliau juga meminta kepada para orang tua siswa untuk mendukung sepenuhnya pendidikan anak. Jangan menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah. Karena waktu terbanyak anak berada dalam lingkungan keluarga”.
Hadir juga dalam acara launching, Kemenag. Kabupaten Nunukan. Beliau berpesan agar sekolah Madrasah Ibtidaiyah Tapal Batas Darul Forqon memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain. Sedangkan Ibu Suraidah selaku Kepala Sekolah MI Tapal Batas Darul Furqon, mengungkapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa. Sebab, dalam pendirian sekolah tapal batas, Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa telah banyak memberi bantuan. Beliau mengharapkan agar pendampingan yang diberikan tetap berlanjut, hingga MI Tapal Batas benar-benar bisa menjadi sekolah model percontohan yang ada di Kecamatan Sebatik Tengah.
Foto bersama pasca MoU

Dalam rangkaian acara tersebut dilakukan pula penandatanganan MoU antara sekolah dan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa untuk program pendampingan selama setahun. Semoga dengan adanya program pendampingan ini sekolah tapal batas dapat menjadi sekolah berkualitas kedepannya. 

Jumat, 20 Mei 2016

MENAKLUKKAN SANG KOMBET (AIDIL)


MENAKLUKKAN SANG KOMBET (AIDIL)
 Muhammad Aidil. Siswaku di kelas I Sekolah Tapal Batas MI Darul Furqan. Teman-temannya biasa memanggilnya Aidil. Tinggal bersama orang tuanya di Kongsi 10 Bergusung, Malaisia – tempat pemukiman para buruh kelapa sawit milik perusahaan Malaysia-. Sama seperti teman-temannya yang lain, setiap harinya Aidil berjalan kaki melintasi batas negeri untuk bersekolah. “kalau liburan, aku bantu bapak pungut biji sawit. Nanti bisa dibagi duit untuk jajan” ungkapnya ketika aku tanya aktivitasnya ketika hari libur.  

Cita-citanya ingin menjadi kombet (tentara). Karena cita-citanya itu, Aidil sangat senag jika di hukum push-up saat latihan pramuka. Gaya jalannya pun begitu lihai mencontohkan seorang tentara perbatasan yang melenggak ke kanan dan ke kiri menghampiri mobil yang dicurigai membawa narkoba. Hampir setiap hari Aidil berkelahi dengan temannya di sekolah pada saat pembelajaran berlangsung terlebih lagi keluar istirahat. Semua temannya ditantang untuk berkelahi. Kakak kelasnya sekali pun. Tak ada yang membuatnya takut. Anggapannya, dialah yang paling hebat.

Aku pun di buat geram awal berjumpa denngannya. Saat itu aku sedang mendampingi proses pembelajaran di kelas I. Dari awal pembelajaran Aidil hanya terus berbaring di lantai. Teguran dari gurunya tak dihiraukan. Saat bangunkan, dia melemaskan badannya sambil berpura-pura tidur. Jika di tegur dengan nada yang keras, Aidil malah lari bersembunyi di balik tumpukan papan penutup jendela. Aku mencoba menghampirinya, menarik tangannya untuk mengajaknya kembali ke tempat duduknya agar mau ikut belajar. Reaksinya masih sama, melemaskan badannya dan berpura-pura tidur.


Bukunya masih kosong dan sangat sulit menyuruhnya menyelesaikan sebaris tulisan pun. Jika di paksakan, dia akan marah keluar kelas untuk bermain. Ah... anak ini, di biarkan malah bermalas-malasan, di paksa malah makin menjadi.

Tak ada asap jika tak ada api. Sikapnya yang demikian pastilah beralasan. Perhatianku kucoba fokuskan kepadanya dibeberapa hari kemudian. Setelah memerhatikannya beberapa kali akupun mengetahui penyebabnya. Ternyata Aidil belumlah lancar menulis walaupun telah menghafal abjad. Itulah yang membuatnya malas menulis ketika di kelas. Ketika tetan-temannya yang lain sudah menyelesaikan tugasnya, Aidil malah kebingungan menuliskan setiap abjad di paragraf pertama tulisannya. Bahkan Aidil harus berdiri persis di depan papan tulis sambil menunjuk setiap huruf agar bisa menuliskannya dengan benar. Tapi sayang, satu-satunya usaha terbaik yang bisa dilakukannya tersebut mendapat sumbut yang kurang baik dari teman-temannya. Caranya tersebut menghalangi siswa lainnya untuk membaca tulisan di papan tulis. Akhirnya tak jarang Aidil sering ditegus oleh temannya karena hal itu dan itulah yang membuat bukunya selalu kosong, berpura-pura tidur, atau melarikan diri saat pembelajaran.

Tak ada yang bisa menahannya saat sedang marah. Bermain di luar lebih baik baginya dibanding duduk dikelas yang tidak bisa memahaminya.

Akhirnya masa itu pun tiba. Aku menjadi guru model di kelas I. Aidil telah menjadi sosok monster kecil yang telah membuatku geram beberapa hari ini. Kelaspun di mulai dan Aidil masih dengan sikapnya yang sama. Baginya semua guru saama saja. Kuturuti keinginannya untuk tidak menyelesaikan tulisan saat pembelajaran dengan syarat Aidil tetap duduk di kelas mendengarakan kelasku. Tapi hal itu tak dapat menahannya cukup lama. Sesekali waktu dia mencuri-curi waktu untuk keluar kelas. Akhirnya aku memberikannya sanksi. Tak boleh keluar main sebelum selesai menulis. Hukuman tersebut dijalaninya dengan menggerutu. Dengan cara yang sama berdiri di depan kelas dan menunjuk tiap abjad, Aidil hanya mampu menyelesaikan 2 baris dari 5 baris tulisan.

Tak apalah untuk hari ini, setidaknya Aidil bisa membawa hasil tulisaannya sendiri untuk di perlihatkan kepada orang tuanya. Betapa senangnya dia ketika aku memberi nilai 80 untuk 2 baris tulisannya tersebut. Aku janji padanya jika ia menyelesaikan sisanya di rumah, aku akan memberinya nilai 100. Akupun menuliskan ulang materi hari itu di selembar kertas dan menempelkan ke bukunya.
Keesokan harinya semacam aku tak percaya. Tugas yang aku berikan diselesaikannya dengan baik. Tak hanya menyelesaikan tugasnya, semua tulisan materi kemarin di ulang tulisnya dua kali dan di tambah materi penjumlahan dari ibunya. Aku tunaikan janjiku kepadanya, nilai 100 untuk tugas dariku dan menambahkan nilai 100 untuk tugas dari ibunya. Hari itu kulihat reka senyum polosnya mendapat nilai 100. Betapa bahagianya Aidil saat itu. Tak pernah kemelihat dia sebahagia itu sebelumnya. Wajarlah bila iya sangat bahagia, jangankan dapat nilai 100, mendapat nilaipun sangat jarang karena tak pernah menulis. Perlakuan yang sama aku lakukan bagi siswa siswi lainnya yang mempunyai kendala seperti Aidil.



Perlahan akupun mulai bisa menaklukan Aidil si Kombet Perbatasan. Membuatkan salinan materi untuk dituliskaannya kembali di rumah cukup berhasil. Dan selalunya aku memberikan tugas tersebut di saat melaksanakan kelas model walaupun Aidil hanya menyelesaikan beberapa baris saat di sekolah. Tapi sisanya selaalu ia selesaikan di rumah dan memperlihatkannya besok di sekolah. “Pak Ustadz, ini tulisanku. Bagi nilai! Nanti aku kasi liat lagi ibuku.” Pinta Aidil Aidil dengan gaya nyengirnya yang khas.

SSG, 20 Mei 2016

Senin, 16 Mei 2016

Sekolah Tapal Batas on the Lens

Kali ini saya akan coba berbagi beberapa gambar dan moment yang sempat terabadikan oleh kamera
Reka tawa ceria Nana, Pipit, dan Iyen saat menuggu waktu tampil pada acara Seminar Anti LGBT di balai desa Sungai Limau
Sutriana Dwi Lestari (Nana). Siswa kelas 2 MI yang sangat lihai mengayunkan gerak tari
Muhammad Rudi (Murid PAUD Al-Ikhlas 2 STB)
Muh. Rudi. Sangat kuat. Pelipisnya di jahit tanpan menggunakan obat bius




Tim tari Sekolah Tapal Batas (Nana, Canda, Iyen, dan Pipit). Kurang si Ana yang lagi sakit



Minggu, 01 Mei 2016

Pendidikan Nasional: “Investasi SDM”

Pendidikan Nasional: “Investasi SDM”

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Tanpa pendidikan maka manusia buta, tak tau arah hidupnya. Pendidikan yang dimulai sejak dalam kandungan sampai sebelum nafas dicabut dari kerongkongan. Pentingya pendidikan telah disadari oleh para pendiri bangsa Indonesia dengan meletakan poin mencerdaskan kehidupan bangsa dalam pembukaan UUD 1945.

Pendidikan harus dipandang sebagai investasi Sumberdaya Manusia (SDM) di masa depan untuk mencapai banyak tujuan mulai dari memutus rantai kemiskinan sampai urusan bangsa dan negara mau dibawa ke mana masa depannya. Semua tergantung kualitas SDM. Kunci masa depan sebuah negara bukan lagi berdasar kekayaan alam namun pada kualitas warga negaranya.

Ketika WNI berkualitas dan mampu bersaing secara global, masa depan Indonesia sebagai negara maju yang memimpin dunia akan bisa tercapai. Maka negara harus menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama.
Peta dan korelasi tingkat pendidikan memengaruhi kemiskinan dan pengangguran serta daya saing.

Kemiskinan Indonesia sangat parah, standar miskin versi pemerintah jumlah rakyat miskin Indonesia mencapai 38 juta. Apabila mengacu pada standar miskin versi WHO jumlahnya meloncat menjadi 110 juta jiwa. Artinya hampir setengah manusia Indonesia miskin.

Kemudian soal penggangguran, saat ini lebih dari 8 juta manusia Indonesia menganggur dengan peta sebaran, lulusan SMA sederajat menyumbang 3,6 juta pengangguran. Sedangkan lulusan perguruan tinggi menyumbang hampir 1 juta pengangguran. Padahal saat ini Indonesia memiliki 16 juta WNI usia produktif 17-25 tahun namun hanya 2 juta yang mengenyam Pendidikan Tinggi (PT).

Jumlah pengangguran lulusan SMA lebih tinggi jika dibanding lulusan pendidikan tinggi. PT punya peluang untuk bekerja lebih tinggi. Selain itu, upah yg diterima lulusan PT lebih tinggi dari upah lulusan SMA. Lalu, mengapa jumlah WNI usia produktif 17-25 sedikit yang kuliah? Ada beberapa faktor yang menyebabkan, diantaranya:
Pertama, tuntutan hidup. Setelah lulus SMA mereka sudah bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kesadaran orang tua di Indonesia tentang pendidikan anak masih rendah, tak perlu sekolah tinggi-tinggi kalau lulus SMA saja sudah bisa menghasilkan uang.
Faktor kedua adalah biaya kuliah yang mahal tak terjangkau oleh masyarakat bawah, bahkan menengah. Memang ada beasiswa bidik misi dari negara namun kebanyakan di kampus negeri, padahal tidak semua lulusan SMA bisa masuk PTN. Mereka masuk kampus swasta yang biasanya lebih mahal dan minim beasiswa. Ketiga, jumlah PT mulai dari akademi, politeknik, institut, universitas di Indonesia 4426 yg ada, tidak semua aktif, masih kurang. Kebanyakan berada di Jawa dan kota besar. Di kota-kota kecil jumlahnya sedikit dan kebanyakan minim sarana dan kualitas.

Jumlah dosen 227.178 dengan 148.827 bergelar master dan 27.277 bergelar Doktor masih kurang ideal jika mengacu pada standar Dikti. Rasio dosen dan mahasiswa ideal menurut Dikti adalah 1:20 sehingga, dengan asumsi 16 juta WNI usia produktif mengenyam PT. Maka jumlah dosen masih memenuhi 25% dari jumlah ideal 800.000 dosen.

Berdasarkan data dan fakta kondisi pendidikan tinggi di Indonesia ada beberapa peluang dan tantangan yang dihadapi. Pertama, masih diperlukan banyak PT baru yang berkualitas untuk menampung lulusan SMA khususnya vokasi. Kedua, menambah jumlah Master dan Doktor untuk peningkatan kualitas PT dan lulusanya. Ketiga, ketika jumlah PT bertambah maka akan semakin kompetitif dan negara harus makin serius mengalokasikan APBN untuk inverstasi SDM bukan ke pembangunan fisik secara terus menerus.
Pembangunan fisik yang berorientasi pada ekonomi hanya menguntungkan segelintir orang, bukan rakyat kebanyakan. Jangan sampai 1% orang kaya Indonesia terus menguasai 54% ekonomi Indonesia.

Mendorong peningkatan kualitas SDM akan meningkatkan nilai tambah (upah), daya saing, dan pekerja Indonesia. Peningkatan upah akan mengurangi kemiskinan dan menambah kesejahteraan & IPM.

Terakhir, pendidikan telah terbukti mengubah wajah peradaban. Maka jika ingin melakukan revolusi, mulailah dari pendidikan.

SELAMAT HARI PENDIDIKAN, semoga investasi SDM di bidang pendidikan di Indonesia kian maju seiring berjalannya waktu.

*Di kutip dari kultwit @PendidikanDD

Shalipp Sanri Geolfano, S.Pd

Guru Konsultan SGI Dompet Dhuafa