Senin, 28 Oktober 2013

ASMAUL HUSNA (AL - MUTAKABBIR)

ASMAUL HUSNA (AL - MUTAKABBIR)

Al mutakabbir (Yang Maha Megah/Pemilik Segala Keagungan), Dia memandang segala sesuatu tidak patut dipertimbangkan dalam kaitannya dengan diri-Nya, yang melihat Keagungan dan Kemuliaan itu hanya ada pada diri-Nya dan pandangan-Nya kepada hamba-hamba-Nya seperti raja memandang rakyatnya. Maka jika ada manusia merasa dirinya seperti diatas maka ia adalah manusia yang benar-benar sombong.
Al-Mutakabbir itu mengumpulkan segala makna tanzih (penyucian). Jadi, barangsiapa mengenal ketinggian, keagungan dan kebesaran Allah, maka ia akan selalu membiasakan dirinya bersikap merendah.. Kecilkan diri di depan-Nya, maka Dia akan membesarkan kita. Hinakan diri di hadapan-Nya, maka Dia akan memuliakan kita. Lidah yang memuja dengan segenap jiwa akan mendapatkan balasan dari yang Maha Megah. Balasan yang tak akan terhitung dengan angka dan tak terkira oleh akal manusia.
        “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS al Hasyr: 23)
Tak hanya nama dan sifat-Nya, tapi juga segalanya. Hanya Allah yang Maha Megah dan tak satupun kemegahan mampu menandinginya. Lihatlah gunung, betapa besarnya. Tapi yang mencipta gunung, jauh lebih besar ukurannya. Lihatlah ngarai, betapa luas dan dalam ukurannya. Tapi yang mengukir ngarai, jauh lebih luar biasa. Bahkan, lihatlah bumi seisinya, angkasa, bintang gemintang dan galaksi seluruh alam raya. Betapa luas tak terkira. Dan Allah yang mencipta itu semua. Al Mutakabbir, tak ada yang mampu menandingi kemegahan-Nya.
Tentu saja dalam diri manusia, ada keinginan untuk menjadi lebih besar dan berharga. Tapi kerap kali manusia melakukannya dengan cara yang salah. Mereka lupa tak ada yang lebih besar dari.   Allah memperlihatkan kebesaran-Nya dalam segala sesuatu dan dalam segala peristiwa. Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menandingi-Nya. Hanya Allah yang memiliki kebesaran dan keagungan. Dihadapan Allah, semua makhluk sama, tidak ada yang paling hebat. Yang membedakan adalah keimanan dan ketaqwaan mereka.

Jumat, 12 April 2013

ESSAI_PENDIDIKAN KARAKTER

DEMOKRATISASI BERPIKIR, BERSIKAP, DAN BERTINDAK WUJUD PRODUK PENDIDIKAN KARAKTER

              Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 mengamanatkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk memperoleh (1) pendidikan; (2) wajib mengikuti pendidikan dasar 9 tahun, yang artinya pemerintah yang membiayai; (3) menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Undang-undang itu mengamanatkan bahwa pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan kualitas masyarakat yang cerdas dan berkopetensi sesuai standar pendidikan tertentu.
              Berbicara pendidikan tidak terlepas dari fungsi dan maknanya terhadap pola pikir, sikap, dan tindakan dalam hubungannya dengan kehidupan sosial di masyarakat. Ada beberapa definisi  sebagai dasar kajian ini. Darmaningtyas (1999) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemampuan yang lebih baik. Titik tekan definisi ini adalah usaha sadar dan sistematis. Koentjaraningrat (antropolog) dalam M. Said (1989) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk mengalihkan adat istiadat dan kebudayaan dari generasi lama ke generasi baru. Berikut, Drijarkara (1980) mengemukakan bahwa pendidikan adalah perbuatan fundamental dalam bentuk komunikasi antarpribadi dan di dalam komunikasi itu terjadi proses pemanusiaan manusia, dalam arti terjadi proses homonisasi (proses menjadikan seseorang sebagai manusia) untuk itu, pendidikan harus membantu orang agar tahu dan mau bertindak sebagai manusia. Selanjutnya Paulo Preire tokoh pendidikan pembebasan mengatakan bahwa pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan yang permanen yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, di mana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka  dan melalui praksis mengubah keadaan itu. Tahap kedua, pendidikan dibangun atas tahap pertama dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.
              Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik titik temunya yakni  proses menuju kedewasaan, dan memanusiakan manusia. Artinya bahwa pendidikan harus melahirkan perubahan. Pada tataran ini saya berpendapat bahwa orang yang berada dalam dunia pendidikan baik dari  siswa hingga  mahasiswa akan memilki kesiapan mental dan kemampuan intelektual secara teoritik dalam menjalani kehidupan pribadinya yang senantiasa berubah dalam ruang dan waktu dunia yang semakin modern.
              Perubahan pendidikan di indonesia telah memasuki perubahan era ketiga. Pertama, ditandai dengan hadirnya pendidikan yang melekat dan menjadi milik masyarakat yang melembaga atau bercirikan pendidikan islam sebagai pengembangan fungsi masjid yang dulu sebagai sebagai sentral aktivitas umat islam, kini berubah menjadi sekolah-sekolah madrasah. Era kedua ditandai dengan munculnya peran dan sistem evaluasinya secara sentralistik. Pada era ini pula, hampir semuanya guru berada dalam kewenangan pusat di mana di daerah-daerah termasuk salah satunya Sulawesi Tengggara hanya berperan sebagai penyampai materi sesuai kehendak dari Jakarta. Demokrasi pendidikan tidak berjalan, sehingga terkesan kaku dan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Pada era ketiga ditandai dengan lahirnya  Permendiknas  No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dianggap mampu memberikan hak rakyat atau masyarakat dalam mengembalikan kualitas pendidikan. Berdasarkan Permendiknas tersebut, maka  pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukkan bangsa’. Sebagaimana pula dipertegas dalam pasal 4 ayat 6 yang mengatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan manusia melalui peran serta dalam pendayagunaan dan pengendalian layanan mutu pendidikan
              Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan harus mampu memberikan arah yang jelas terhadap kualitas jati diri warga negara yang secara sadar mengerti dan memahami eksitensi dirinya sebagai warga negara berbasis pluralis (kemajemukkan) sesuai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Selain itu pula, dalam konteks pendidikan karakter demokrasi berpikir, bersikap dan bertindak bagi masyarakat diberikan ruang yang seluas-luasnya sepanjang mematuhi koridor dan nilai-nilai yang sesuai dengan filsofi pendidikan di Indonesia.

 
Daftar Pustaka
Depdiknas Undang-Undang Pendidikan Nasional. 2003
Dewey, Jhon.1978. Democraty and Education. Amerika: Encyklopedia American
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:         Puskur